Menikah dari Nol (Perempuan di Balik Tabir Part 3)
Menikah dari Nol (Perempuan di Balik Tabir Part 3)

Menikah dari Nol (Perempuan di Balik Tabir Part 3)

- +
(Tak ada perempuan mau diajak menikah mulai dari nol)

“Baiklah, kalau gitu, akan saya usakahan sebelum Desember berakhir, tetapi janganlah terlalu berharap, sebab berharap pada manusia akan membawa pada kekecewaan,” balasku.

‘”Masih ada lima bulan lagi untuk menabung, ana tunggu sampai sebelum tahun baru nanti, lepas dari itu ana mohon maaf jika menerima orang lain, ana pasrahkan pada takdir, jika Allah masih menghendaki kita berjodoh, kita pasti akan bersatu.”
Sejak saat itu aku mulai menabung, sebagian dari sisa gajiku yang tak seberapa aku buat modal usaha, kafe, konter seluler, dan servis elektronik. Kubuat celengan besar, dan kutulis “Nabung buat MODAL NIKAH”, sengaja aku tidak menanbung di bank karena khawatir terjangkit riba. Alhamdulillah usaha yang kubangun berkembang dengan baik, 50% laba ku masukkan dalam celengan yang telah kubuat. Sedangkan 50% lagi untuk pengembangan usaha. Setiap beberapa hari kumasukkan beberapa lembar uang pecahan 100rb ke dalamnya, entah sudah berapa jumlahnya.
Kini, akhir bulan Desember tiba, celengan besar itu sudah penuh dengan lembaran uang 100 ribuan. Saatnya kutepati janji sebelum tiba Januari nanti.
Siang itu di meja makan. Hanya aku dan ibuku, ayahku sedang bekerja, jadi tidak bisa ikut makan siang.
“Mak,” aku terbiasa memanggil emak pada ibiku, “Ada sesuatu yang ingin aku musyawarahkan.”
“Iya, apa?” jawab ibuku sambil menatapku. Aku menjadi bingung harus melanjutkan percakapan ini bagaimana.
“Hmmm … anu … ” sejenak aku diam, “Ini perkara besar, Mak.”
“Iya?” jawabnya sambil menggeser tempat duduknya ke dekatku.
“Hmmm, apa Emak tidak ingin punya menantu?” Aku hanya menunduk dan malu sekali.
“Siapa?” tanya ibuku sambil tersenyum, aku sedikit lega, kalau ibu tersenyum artinya beliau welcome dengan seorang mantu. Aku paham, maksudnya beliau bertanya “siapa” itu maksudnya siapa perempuan itu, ibuku memang tidak suka banyak bicara, jadi kalau bicara hanya simpel-simpel saja. Kuceritakan tentang perempuan itu, ibu menanggapinya dengan senyum yang melegakan.
“Kenapa baru sekarang kamu bicara masalah itu, yasudah nanti aku akan bicarakan ini dengan ayahmu.” Senangnya kala itu, ingin cepat-cepat mengabarkan kabar baik ini pada calon perempuanku. Sejak percakapan serius 5 bulan lalu, aku jarang menghubunginya, karena mulai disibukkan dengan berbagai kesibukan.
“Assamualaikum, Ukht, bagaimana kabarnya? Saya sudah bicarakan dengan orang tua saya tentang kita, insyaallah saya akan datang untuk melamar anti,” chat terkirim. Sayang, centang satu. Kucoba bersabar menunggu. Selang 3 jam kemudian barulah centang biru, artinya sudah dibaca. Dag-dig-dug aku menunggu balasannya. Ting … chat wa masuk.
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabaraktuh, afwan, Akhi serius kah?” Aku terkejut atas jawaban ini apakah aku dianggap tidak serius dan main-main?
“Afwan, saya tidak pernah main-main dalam urusan ini, saya serius akan melamar anti,” balasku dengan rasa gelisah yang mulai menghantui.
“Tetapi, ana tidak mau berpisah dengan orang tua, berat rasanya,” artinya kalau aku ingin menjadi suaminya maka aku harus tinggal di rumah orang tuanya.
“Kalau begitu saya ikut dan tinggal di situ, saya akan memulai usaha ini dari awal, atau paling tidak saya akan mencari pekerjaan di situ,” mengingat tempat tinggalku dengannya lumayan jauh.
“Berarti akan mulai lagi dari nol?” Deg, mengapa dia bertanya seperti itu, bukankah dulu dia yang mengajakku untuk berjuang bersama, mengapa sekarang menjadi berubah. Apakah dia telah salah pergaulan, setahuku dia adalah perempuan sederhana, jauh dari kata materialisme. Tetapi dalam jangka lima bulan telah membuatnya berubah 180 derajat.
“Iya, bukankah ukhti dulu mengatatakan siap berjuang bersama?” balasku mempertanyakan yang pernah disampaikan dulu.
Lama kutunggu balasan, tidak ada. Bahkan sampai 3 hari lamanya, tidak dibalas lagi. Sedih, jangan kau tanya, setelah dalam jangka waktu lima bulan aku banting-tulang untuk bisa menepati janji ini, kina seperti sia-sia belaka. Beginikah balasan kekecewaan untuk yang berharap pada selain-Nya?

Ting … chat WA masuk, kulihat pada bar notifikasi, balasan chat yang kutunggu-tunggu.
“Tapi sebelum ini, sudah ada lelaki lain yang datang,” dada ini tiba-tiba terasa sesak, perih sekali, lama menunggu balasan yang isinya sama sekali tak seperti yang kuharapkan. Apa maksudnya “lelaki lain yang datang”.
Bersambung
Diperbarui
Tambahkan Komentar
Menikah dari Nol (Perempuan di Balik Tabir Part 3)

Menikah dari Nol (Perempuan di Balik Tabir Part 3)