Dahulu, pintu ini sebagai pintu jalan pintas. Pagi hari saat hendak memasuki arena kampus, aku melewati pintu ini. Begitupun saat senja tiba, pintu ini menjadi saksi atas desahan suara kaki yang melangkah gontai.
Buru-buru kumelangkah, menjauhi tanpa beban rindu. Mengejar matahari yang kian menukik, sesekali menatap langit yang kian biru. Lelah? Mungkin. Namun tak kuhiraukan. Berjalan fokus ke depan, menatap masa depan.
Sesekali seekor burung pipit memanggilku sambil bernyanyi bersama memadu suara sahut-sahutan. Sedang seekor biawak bertepuk tangan memberi semangat.
Semangat...!! Besok pagi akan kusapa lagi. Walau dengan wajah sama, namun dengan harapan yang baru kian tumbuh memacu keyakinan dan semangat untuk kehidupan yang lebih baik.
Benar, esoknya pagi buta aku sudah menyeberangi persawahan itu. Berlari-lari kecl, sambil memangku tas ransel yang berat karena buku-buku tebal yang kupinjam dari perpus. Pagi sekali, entahlah walau tanpa fasilitas sepeda dan motor, semangatku tak pernah kendor.
Semangat dan terus maju, hingga aku terlepas dan menjadikannya kenangan tak terlupa. Salam rindu buat Pintu Keramat.
Samsul∆rifin